Skip to content
  • Tentang IAKSS
  • Program Studi
  • Penelitian & Pengabdian
  • Mahasiswa
  • Layanan
  • Tentang IAKSS
  • Program Studi
  • Penelitian & Pengabdian
  • Mahasiswa
  • Layanan
  • Tentang IAKSS
  • Program Studi
  • Penelitian & Pengabdian
  • Mahasiswa
  • Layanan
Blog

APAKAH HASIL PEMUNGUTAN SUARA ULANG DAPAT DIGUGAT KEMBALI?

  • April 8, 2025
  • Com 0

IAK Setih Setio – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi modern. Di Indonesia, pelaksanaan pemilu diatur secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) serta dijabarkan secara lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (untuk rezim pemilihan Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota). Selain itu diatur juga dalam Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (untuk rezim pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota).

Dalam sistem hukum Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) memegang peranan penting dalam memastikan agar hasil pemilu dijalankan sesuai prinsip-prinsip konstitusional, salah satunya dengan mengadili perselisihan hasil pemilu. Sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK memiliki kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dalam hal memutus perselisihan tentang hasil pemilu (UUD 1945, Pasal 24C ayat (1)). Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 473 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebut bahwa perselisihan hasil pemilu menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (UU No. 7 Tahun 2017, Pasal 473 ayat (1)).

Salah satu konsekuensi dari kewenangan MK dalam mengadili perselisihan hasil pemilu adalah kemampuannya untuk memerintahkan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU). PSU merupakan bentuk koreksi yudisial terhadap proses pemilu yang dalam pelaksanaannya ditemukan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, atau terbukti memengaruhi hasil perolehan suara. Menurut Pasal 475 ayat (1) Undang-Undang Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib melaksanakan PSU paling lambat 30 hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi dibacakan (UU No. 7 Tahun 2017, Pasal 475 ayat (1)).

Namun, pelaksanaan PSU tidak serta-merta menyelesaikan seluruh permasalahan hukum terkait pemilu. Dalam praktiknya, pelaksanaan PSU bisa saja menimbulkan masalah baru, seperti adanya dugaan pelanggaran, ketidaksesuaian prosedur, manipulasi hasil, atau ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan hukum: apakah hasil PSU dapat kembali disengketakan di Mahkamah Konstitusi?

See also  Besaran Zakat Fitrah Kabupaten Bungo Tahun 1446 H / 2025 M

Secara normatif, tidak terdapat satu pun ketentuan dalam UUD 1945 maupun dalam UU No. 7 Tahun 2017 atau UU No. 10 Tahun 2016 yang secara tegas melarang pengajuan permohonan sengketa baru atas hasil PSU. Ketiadaan larangan eksplisit ini justru membuka ruang bagi peserta pemilu untuk kembali mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi apabila merasa hak konstitusionalnya dirugikan akibat pelaksanaan PSU yang tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dalam hukum publik, dikenal asas lex ini prohibita sunt, permissa intelliguntur, yang artinya jika suatu perbuatan tidak secara tegas dilarang oleh undang-undang, maka secara hukum dapat dianggap diperbolehkan (Maria Farida Indrati, 2007). Oleh karena itu, berdasarkan asas ini, pengajuan permohonan sengketa baru atas hasil PSU tidak dapat dinyatakan tidak sah selama tetap mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.

Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi dalam praktiknya telah beberapa kali menerima dan memproses permohonan yang diajukan pasca pelaksanaan PSU. Hal ini menjadi bukti bahwa MK mengakui secara implisit bahwa PSU merupakan bagian integral dari tahapan pemilu, sehingga hasilnya pun tetap terbuka untuk diuji secara konstitusional. Dalam Putusan MK Nomor 50/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, misalnya, MK menerima kembali permohonan setelah PSU karena ditemukan dugaan pelanggaran baru yang berpengaruh signifikan terhadap hasil suara (Putusan MK No. 50/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019).

Namun demikian, tidak semua permohonan tersebut dapat diterima begitu saja. Mahkamah Konstitusi tetap memberlakukan persyaratan formil yang ketat, di antaranya pemohon harus memiliki legal standing yang sah sebagai peserta pemilu, permohonan diajukan dalam batas waktu yang ditentukan (yakni 3 x 24 jam sejak penetapan hasil oleh KPU), serta harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan relevan yang menunjukkan bahwa pelanggaran dalam PSU berpengaruh secara signifikan terhadap hasil pemilu (Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 4 Tahun 2023 tentang Tata Cara Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 9–13).

See also  Pentingnya Menjaga Pola Makan Saat Haid dan Mengatasi Gejala Sakit Perut

Selain itu, dari sudut pandang perlindungan hak konstitusional, memberi ruang bagi pengajuan sengketa atas hasil PSU merupakan bentuk konkret perlindungan terhadap hak-hak politik warga negara. Prinsip supremasi konstitusi menuntut agar semua tindakan penyelenggaraan negara, termasuk pelaksanaan PSU, tunduk pada norma-norma konstitusional. Jika hasil PSU tidak dapat digugat hanya karena sebelumnya telah diperintahkan oleh MK, maka akan ada kekosongan hukum yang berpotensi merugikan peserta pemilu dan mencederai prinsip keadilan substantif (Jimly Asshiddiqie, 2005). Dengan demikian, membolehkan gugatan atas hasil PSU merupakan bagian dari mekanisme check and balance yang tetap menjamin kualitas pemilu yang demokratis dan konstitusional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara normatif, pengajuan kembali gugatan terhadap hasil Pemungutan Suara Ulang ke Mahkamah Konstitusi dimungkinkan dan sah menurut hukum, selama memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Ini sejalan dengan tujuan utama pemilu dalam negara demokratis, yakni menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang benar-benar mendapatkan mandat sah dari rakyat melalui proses yang jujur, adil, dan transparan. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin integritas pemilu, Mahkamah Konstitusi tetap harus membuka akses konstitusional bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hasil PSU untuk mengajukan permohonan kembali.

oleh : Dr. © Nanang Al Hidayat, S.H., M.H. (Dosen IAKSS)

Related Post

Tags:
uud
Share on:
Twibbon IdulFitri 1446H IAK Setih Setio Muara Bungo
Berapa Lama Manusia Bisa Hidup Tanpa Makan?

Postingan Terbaru

Thumb
Berapa Lama Manusia Bisa Hidup Tanpa Makan?
April 8, 2025
Thumb
APAKAH HASIL PEMUNGUTAN SUARA ULANG DAPAT DIGUGAT
April 8, 2025
Thumb
Twibbon IdulFitri 1446H IAK Setih Setio Muara
March 28, 2025

Kategori

  • Akademik (9)
  • Berita (100)
  • Blog (73)
  • DGM (6)
  • Fakultas Administrasi (2)
  • Fakultas Kesehatan (1)
  • Informasi (53)
  • Kemahasiswaan (9)
  • PMB (3)
  • Prestasi (1)
  • Uncategorized (1)
  • Video (8)
FOLLOW SOSIAL MEDIA IAK SETIH SETIO
Facebook Youtube Instagram Tiktok
Copyright 2019 - 2025 IAK Setih Setio | All Rights Reserved
IAK SETIH SETIOIAK SETIH SETIO